Kukira Madu Ternyata Racun, Itulah Toxic Relationship!

Pernah dengar lirik lagu madu di tangan kananmu, racun di tangan kirimu?” Eits, istilah ini tepat banget untuk kamu yang terjebak dalam hubungan beracun atau istilah populernya toxic relationhip. Kamu sering merasa dia perhatian dan baik banget, tapi di sisi lain dia juga kerap berbohong atau manipulatif? Lucunya lagi, kamu percaya akan janji-janjinya kalau dia akan berubah, tapi ujung-ujungnya dia tetap jadi orang yang sama? Run bestie, before it’s too late!


Toxic relationship ini sering dibalut dalam kemasan yang berbeda-beda, tetapi dampaknya tetap sama, membuat pasangan merasa tidak berdaya dan terus bergantung dengan pelaku. Baik dari aspek kekerasan verbal, fisik, maupun emosional. Meskipun begitu, toxic relationship ini dapat dikenali ciri-cirinya. Menurut dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ melalui akun mediasosialnya @dr.ndreamon, biasanya di awal perkenalan pelaku akan menghujani kamu dengan rayuan manis dan ungkapan cinta berlebihan seolah kamu satu-satunya manusia yang paling dia cintai. Istilah ini dikenal dengan fenomena love bombing dan ketika pelaku pergi karena sudah mendapatkan apa yang diinginkan, si korban akan tidak berdaya dan terus menginginkan perhatian, pujian, dan apresiasi dari pelaku.


Terasa manis seperti madu, naasnya justru itu bibit-bibit racun yang menjerumuskanmu ke toxic relationship. Ketika korban tanpa sadar sudah terperangkap, pelaku akan terus kekerasan emosional lewat manipulasi, gaslighting (membuat kamu mempertanyakan diri sendiri), sering kabur dan menolak usahamu untuk menyelesaikan masalah, atau pelaku akan menganggap dirinya sebagai korban dan menyalahkanmu agar kamu merasa kasihan, lalu kamu mengabulkan semua keinginannya dengan dalih mempertahankan hubungan.


Pertanyaannya, apakah layak mempertahankan hubungan tidak sehat jika terus mendapatkan kekerasan? Lambat laun, bertahan dalam toxic relationship akan menyisakan luka dan trauma yang lebih parah. Menurut dr. Zulvia Syarif, Sp.KJ, korban kekerasan baik dari psikologis ataupun fisik dalam level ekstrem dapat mengalami gangguan mental seperti depresi dan PTSD. Hal ini dalam kehidupan sehari-hari dapat ditandai dengan perubahan pola tidur dan nafsu makan yang terganggu, menurunkan rasa percaya diri, dan kemampuan berfungsi dalam menjalani hidup. Korban yang umumnya merupakan wanita, jika terus terjerumus dan tidak segera ditolong, dapat berkembang menjadi kejadian traumatis. Korban akan sering merasa bersalah, punya image yang buruk tentang dirinya sendiri, merasa tidak aman, mengisolasi diri secara sosial, punya trauma untuk memulai relasi yang baru, dan lebih parahnya jika tidak segera ditangani, mampu menjebak ke arah pemikiran untuk mengakhiri hidup.


Racun yang tidak segera diberi penawar memang mematikan. Layaknya seperti obat, proses healing dari dampak-dampak kekerasan akibat dari toxic relationship membutuhkan waktu. Dengan tahu cara mengenal kebutuhan diri sendiri, hal itu sudah menjadi awal langkah yang baik untuk tidak terjebak dalam hubungan beracun. Sama halnya ketika sudah sadar apa yang dibutuhkan dan jika sudah terjebak, maka tidak salah jika meminta bantuan profesional dan mencari dukungan dari lingkungan yang suportif. 


Ingatkan dirimu bahwa kamu layak berada bersama orang yang tepat di hubungan yang sehat. Kenali bagaimana mengenali tanda-tanda toxic relationship dan dampak-dampak serta cara penanganannya. Mari kita belajar dari sekarang.


Oleh: Aufa Syarifatun Nisa, Career Class Angkatan 2022.