Belajar dari Sosok Single Parent di Film Miracle in Cell Number 7

Siapa yang pernah nonton film terkenal dari Korea Selatan yang berjudul Miracle in Cell Number 7?

Jika pernah, aku tebak kamu pasti menangis atau setidaknya berkaca-kaca selama menontonnya.


Miracle in Cell Number 7 adalah salah satu film laris dari Korea Selatan yang telah diadaptasi ulang oleh 4 negara lain, termasuk Indonesia. Film ini bercerita tentang seorang ayah single parent yang harus membesarkan putrinya seorang diri sejak putrinya masih balita. Sedihnya, si Ayah adalah penyandang disabilitas intelektual. Sehingga dia memiliki banyak kekurangan terutama saat berkomunikasi dan menghadapi masalah dengan orang lain.

Singkat cerita, si Ayah dituduh melakukan pembunuhan kepada seorang anak dari keluarga kaya raya. Dia akhirnya dipenjara dan berpisah dengan putrinya. Saat di penjara, si Ayah bertemu banyak teman narapidana yang memiliki banyak latar belakang unik. Secara paras, para narapidana itu terlihat garang, tetapi sebenarnya mereka masih memiliki kebaikan hati terutama pada si Ayah yang memiliki banyak kekurangan.

Relasi antara Ayah dan anak perempuan sangat kuat ditampakkan dalam film ini. Meskipun berasal dari keluarga yang kekurangan dan memiliki orang tua yang tidak lengkap, si anak perempuan tetap bisa berprestasi di sekolah. Ketika ditinggal Ayahnya ke penjara, putri kecil ini tidak hanya berdiam diri. Dia kesana kemari mencari informasi tentang Ayahnya. Dia percaya bahwa Ayahnya adalah orang baik yang tidak mungkin membunuh orang. Dia merasa sangat kehilangan Ayahnya.

Dibumbui beragam adegan komedi, teman narapidana si Ayah berhasil membawa masuk putri kecilnya ke penjara. Di sana banyak cerita unik dan lucu yang terjadi. Cerita antara tokoh utama, para narapidana, sipir, dan kepala lapas menjadikan film ini tidak bosan ditonton dari awal sampai akhir.

Klimaks film ditunjukkan pada saat adegan perpisahan si putri kecil dengan Ayahnya yang akan dieksekusi hukuman mati. Keduanya sama-sama tidak tau apa yang akan terjadi kemudian. Keduanya mengira mereka hanya akan berpisah sementara tetapi nyatanya selamanya. Ikatan batin orang tua dan anak sangat ditunjukkan pada adegan ini. Rasa sedih bisa dirasakan setiap orang yang menontonnya.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari film ini, terutama mengenai hubungan Ayah dan anak perempuan. Si Ayah yang memiliki banyak kekurangan bisa membesarkan putrinya dengan sangat baik. Meskipun menjadi orang tua tunggal, si anak tetap merasakan kasih sayang dan perhatian utuh. Beliau selalu menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anaknya. Beliau percaya bahwa anaknya bisa menjadi orang sukses di masa depan. Si Ayah merasa bangga dengan apapun pencapaian anaknya.

Dari sudut pandang si putri kecil, Ayah adalah sosok yang paling berharga di dunianya. Dia mau dan tidak malu menerima banyaknya kekurangan yang dimiliki Ayahnya. Meskipun sering diejek saat di sekolah, dia tetap bangga dengan Ayahnya. Dia rela melakukan berbagai cara untuk bisa bertemu dan mengobati kerinduan dengan Ayahnya.

Begitulah hidup, banyak sosok berharga yang ada disamping kita dan akan selalu mendukung kita. Salah satunya adalah orang tua. Semua orang tua pasti ingin anaknya menjadi orang baik dan sukses. Hanya saja bentuk perhatiannya mungkin beda dengan apa yang kita harapkan. Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini, seperti kita yang juga tidak sempurna menjadi anak. Mari mulai menerima setiap keadaan yang ada. Berdamai dengan sosok-sosok yang tidak sempurna, karena sejatinya kita tidak bisa memilih lahir dari keluarga mana.

Semoga relasi antara kita dan orang tua bisa menjadi relasi yang lebih kuat kuat setelah menonton film ini. Latih terus open communication untuk meminimalisir kesalahpahaman. Berusaha saling mengerti dan menerima kekurangan serta menghargai kelebihan. Tidak ada yang tau skenario masa depan seperti apa. Pahami bahwa takdir memang begitu keras untuk sebagian orang, makanya kita harus siap sewaktu-waktu kapan ujian itu datang.

Oleh Rahmawati Istianing Rahayu, Career Class Angkatan 2023.