Parenting Ala Warga Komplek Ssangmundong


Penggemar drama Korea pasti sudah tidak asing dengan kekompakan warga Ssangmundong di Reply 1988. Drama yang kerap trending di media sosial ini pertama kali ditayangkan bulan November 2015 dan masih diminati oleh masyarakat luas, terbukti dari tagar Top Picks di layanan aplikasi streaming. Dibintangi oleh Park Bo Gum, Lee Hye Ri, dan aktor terkemuka lainnya, Reply 1988 berhasil mengesankan hati penonton hingga meraih rating 18,8%.


Drama bergenre slice of life ini mengisahkan tentang lima keluarga yang tinggal di kompleks bernama Ssangmundong pada tahun 1988. Tiap keluarga menceritakan lika-liku kehidupan yang terasa berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Uniknya, masing-masing memiliki anak dengan tahun kelahiran yang sama. Sepanjang cerita, eratnya persahabatan antar lima remaja disuguhkan dalam adegan-adegan sederhana yang mengundang tawa dan kenangan lama. Misalnya, ketika berjanjian lewat telepon untuk nonton acara musik, mendengarkan siaran radio, menyewa kaset film, bermain monopoli, merayakan ulang tahun, atau sekadar menyantap ramyeon bersama. 


Tidak hanya persahabatan remaja yang disoroti, drama ini juga banyak menekankan relasi dan interaksi antar orang tua dan anak. Seperti tradisi pengasuhan orang tua di Asia, ada banyak sekali adegan di mana setiap keluarga makan dan mengobrol bersama dalam satu meja. Dalam gaya pengasuhan keluarga Sung yang memiliki tiga anak remaja dan hidup dalam kondisi terlilit hutang, Deoksun si anak tengah, merasakan ketidakadilan karena kerap mengalah dari kakak dan adiknya. Bora, anak pertama, diceritakan jenius karena mampu berkuliah dengan beasiswa di Seoul National University sehingga sering kali dimanjakan. Namun, orang tua Sung ini memenuhi kebutuhan anak-anaknya dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya saat membanggakan Deoksun ke seantero kerabat karena terpilih menjadi pembawa papan nama di Olimpiade Seoul 1988 kendati ia mendapat peringkat rendah. Lalu ketika Deoksun menangis karena ulang tahunnya selalu dirayakan bersama Bora, ayahnya meminta maaf dan berkompromi membelikan kuenya sendiri. Namun, seperti halnya keluarga yang kesulitan karena ekonomi, orang tua keluarga Sung juga bertengkar di depan anaknya, terutama di depan Noeul, anak bungsunya yang kerap terkena getah pelampiasan emosi.


Orang tua yang berbeda karakter juga memberikan gaya parenting yang berbeda. Di keluarga Kim, ibu dua anak ini bak langit dan bumi dengan sifat suaminya yang humoris. Namun, ketika mengasuh anak, keduanya saling berkolaborasi. Kendati Jungbong, anak pertamanya, bolak-balik gagal untuk lolos ujian masuk universitas, orang tuanya tetap mendukung hobi collector dan gaming-nya. Walaupun sering menahan emosi, tetapi ibunya terutama lebih memilih untuk mendukung. Bahkan ketika sudah berhasil lolos kuliah hukum, orang tua keluarga Kim juga mendukung keputusan anaknya untuk banting setir menjadi koki. Menariknya, kedua anaknya yang terlihat cuek, justru berinsiatif merayakan wedding anniversary orang tuanya karena tahu orang tuanya tidak punya foto pernikahan.


Reply 1988 juga menyuguhkan tegarnya pengasuhan orang tua tunggal. Sunyoung, ibu beranak dua, juga memiliki dinamika tersendiri ketika harus mendidik Sunwoo, remaja 17 tahun tanpa ayahnya. Sempat disalah pahami karena dikira merokok dan bermain dengan geng nakal, ternyata Sunwoo hanya terluka akibat pertama kali memakai pisau cukur. Sunyoung pun mengontak paman Sunwoo untuk mengajarinya. Begitu pula ketika Jinjoo, anak bungsunya, terjatuh dari tangga. Meskipun hidup jauh dari kata cukup, Sunyoung sangat khawatir dan mengupayakan kesehatan anaknya agar dapat dirawat di rumah sakit yang lebih besar. Bahkan, seluruh orang tua di komplek Ssangmundong sampai berunding untuk menghadiahkan Jinjoo saat Natal. Orang tua tunggal lainnya, Moosung, memperlakukan anaknya yang seorang atlet baduk tanpa perbedaan tidak peduli ia menang atau kalah.  


Reply 1988 menyiratkan interaksi antara orang tua dan anak dalam segala kondisi dan keterbatasannya. Karena menjadi orang tua adalah pilihan dan pembelajaran seumur hidup hingga anak beranjak dewasa. Orang tua yang sudah merasa cukup dengan dirinya sendiri akan lebih dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan anaknya tanpa mengesampingkan kebutuhan dirinya sendiri. Dari sebuah film, ternyata kita bisa belajar banyak hal. Kalau kamu ingin belajar tentang parenting lebih jauh lagi, kamu bisa mengakses ilmunya di sini, ya.

Oleh: Aufa Syarifatun Nisa, Career Class Angkatan 2022.