Quarter Life Crisis Therapy


Berangkat dari kegelisahan banyak anak muda yang saat ini sedang berada dalam "Quarter Life Crisis" atau masa-masa mereka mencari jati diri, saya mencoba menelusuri kiat-kiat apa saja yang semestinya dilakukan untuk melalui fase tersebut. 

Apa itu Quarter Life Crisis?

Mengutip dari Fischer (2008), Quarter Life Crisis adalah  sebuah perasaan khawatir dalam diri seseorang yang disebabkan oleh ketidakpastian kehidupan yang mendatang. Perasaan khawatir tersebut seputar hubungan relasi, karir/pekerjaan, dan kehidupan sosial yang terjadi terhadap mereka di usia sekitar 20 an tahun. 

Krisis belum tentu hal yang buruk. Krisis berarti muncul ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan tersebut bisa juga menjadi hal yang baik karena akan memacu kita untuk mencari misi hidup kita. Perasaan khawatir dan takut tertinggal oleh teman-teman di sekeliling kita akan menjadi booster yang baik apabila kita mampu mengontrol dan mengolahnya. Lantas, bagaimana caranya?

Cara menghadapi Quarter Life Crisis

Ada 2 hal utama yang bisa kita lakukan, yaitu:

1. Kenali diri Sendiri

Untuk mengenali diri sendiri, kita dapat memulainya dengan menjawab tiga hal ini:

Who you are as a person?
What you value the most?
How you want to live your life?

Misalnya saja di pertanyaan pertama, saya menjawab bahwa saya adalah pengajar dan value yang paling saya sukai adalah berinteraksi dan membantu orang lain. Saya ingin hidup berbagi ilmu dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Lalu saya evaluasi bahwa kehidupan yang saya jalani sekarang ini saya bekerja dengan alat dan tidak banyak berinteraksi dengan orang lain. Tentunya hal tersebut kurang cocok dengan diri saya sehingga saya perlu melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan untuk membuat hidup saya lebih selaras dengan value saya.

Ada orang yang langsung tahu panggilan hidupnya, namun ada beberapa yang belum merasa memiliki panggilan hidup. Hal tersebut waja, dan ada banyak orang di luar sana mengalami hal yang sama. Proses menemukan jati diri itu bisa melalui banyak hal seperti mencoba bermacam-macam profesi, mencari banyak informasi, mengalami beragam interaksi dengan banyak orang, membuat banyak keputusan, dan pergi ke berbagai macam tempat (Forbes, 2022). 

Untuk membantu menemukan tujuan hidup, terdapat satu teknik yang disebut The Tombstone Principle. Prinsip ini diusulkan oleh Dr. Jim Loehr, seorang psikolog ternama, dan konsepnya adalah kita diminta untuk memikirkan hal yang ingin tertulis di batu nisan kita. Seseorang mungkin ingin dikenang sebagai "Guru yang penyayang dan suportif", "Penulis yang penuh karya inspiratif", atau label lainnya. Bayangan ini membantu kita memahami apa yang penting bagi kita dalam hidup. 

2. Fokus pada apa yang bisa kita kontrol

Hal kedua yang perlu kita terapkan dalam menghadapi Quarter Life Crisis adalah fokus pada apa yang bisa kita kontrol. Kadang kita terlalu overthinking melihat pencapaian-pencapaian orang lain dan membuat kita FOMO (Fear of Missing Out) atau merasa tertinggal dari orang lain. Salah satu akibatnya kita dapat merasa depresi bila impian-impian kita belum dapat tercapai. 

Dalam salah satu episode podcast Raditya Dika dan Henry Manampiring disebutkan bahwa kita bisa menerapkan  konsep dikotomi kendali, yaitu konsep yang menjelaskan bahwa :

  1. Terdapat hal-hal yang berada di bawah kendali kita, misalnya pikiran kita, usaha kita, atau tindakan kita.
  2. Terdapat hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, misalnya tanggapan orang lain, perasaan orang lain, tindakan orang lain, kondisi makroekonomi, reputasi, dan lain-lain.

Terkadang kita terlalu memegang kata-kata "Hasil sebanding dengan usaha" sehingga kerap kali melupakan bahwa di dunia ini ada faktor X yang tidak dapat kita kendalikan dan merasa kecewa bila apa yang kita ekspektasikan tidak terjadi. Konsep ini bukan berarti mengajarkan kita untuk antipati dan bermalas-malasan dalam berusaha, namun konsep ini menyadarkan bahwa ada dua jenis ruang kendali. Konsep dikotomi kendali ini membantu kita untuk fokus melakukan sebaik-baiknya pada hal-hal yang berada di kendali kita dan sadar bahwa hasilnya tidak dapat sepenuhnya kita kontrol.

Dengan menerapkan dua hal tersebut, semoga kita dapat lebih bijaksana dan tidak cemas dalam menjalani Quarter Life Crisis ya!

Oleh: Chusna Amalia, Career Class Angkatan 2023.