Rumus Mengatur Keuangan, Ada Nggak Sih?
Sebuah pertanyaan yang kerap kali muncul di benak. Bahkan muncul sebagai kata kunci utama pada mesin pencarian Google.
Nyatanya, mengatur keuangan tidak memiliki rumus baku seperti dalam pelajaran fisika. Meskipun di luar sana ada metode budgeting seperti 50 30 20, Kakeibo, dan masih banyak lagi. Hubungan kita dengan uang sangat dipengaruhi bagaimana kita melihat uang. Uang sebagai tujuan, atau lebih sebagai alat. Apapun pilihannya tidak ada seorang pun di dunia ini yang gila. Baik yang memilih uang sebagai tujuan maupun sebagai alat. Semua orang punya masa lalu dan cara sendiri dalam mendefinisikan hubungan mereka dengan uang. Kedua hal inilah yang memengaruhi cara mereka mengelola uang.
Tanpa hubungan yang baik dengan uang, maka kita berisiko untuk selalu merasa tidak cukup. Apapun pilihanmu, sadari dan ingat selalu hal ini. Alih-alih rumus, ada 4 kesadaran yang harus kita miliki agar mampu mengelola keuangan dengan lebih baik.
Pertama, sibuk membuat orang lain terkesan. Bedakan kebutuhan dan keinginan.
Ya, kita seringkali sangat khawatir tentang penilaian orang lain. Sehingga keputusan yang kita buat pun karena pertimbangan, “Nanti gimana kata orang?” Ini terkesan setiap keputusan yang kita ambil tidak sesuai dengan kacamata kita. Kita membeli sesuatu tanpa memperhatikan kondisi dan kemampuan diri, “Apakah betul kita membutuhkan barang/ jasa tersebut?” Melatih pola pikir ini tidak mudah, jadi coba lah melatih diri dengan pertanyaan, “Aku butuh tidak ya?” Sebelum membeli sesuatu. Kalau perlu beri jeda waktu 10-15 menit sebelum memutuskan membelinya. Hal ini cukup membantu untuk mengurangi hasrat belanja yang sangat impulsif.
Kedua, memaknai self worth sebatas kepemilikan luxury items.
Siapa sih yang tidak terpesona dengan barang mewah yang menyilaukan mata. Apalagi fiturnya canggih dan lengkap, awet pula, bahan berkualitas. Namun harga diri kita tidak sebatas harga barang yang kita miliki. Mudah memang menilai kekayaan dari segi nominal. Tapi kemakmuran punya definisi berbeda. Kalau dalam buku Psychology of Money, rich tidak sama dengan wealth. Harga diri justru akan lebih kokoh terbangun dengan pondasi integritas dan profesionalisme. Maka tidak jarang kita melihat kebiasaan old money yang menghindari atensi, sebab membuat orang lain iri bukanlah tujuan mereka.
Ketiga, perbaiki hubungan diri dengan uang.
Hubungan yang baik dengan uang ditandai dengan munculnya perasaan cukup. Perasaan yang timbul dari hasil berlatih hidup cukup. Kesadaran yang sangat penting supaya kita dapat mengevaluasi kemana saja larinya uang kita. Meskipun bisa jadi hasil evaluasinya tidak sesuai harapan, tapi kita lebih sadar diri. Menyadari kesalahan itu lebih baik daripada keterusan gas pol los.
Keempat, uang adalah hal personal.
Boleh saja meniru gaya hidup hingga cara berinvestasi orang lain tetapi pastikan sesuai dengan kondisi kita. Kalau arus kas masih minus dan belum punya dana darurat, ya, jangan dulu terburu-buru investasi. Apalagi sampai investasi dengan uang panas, dari pinjaman misalnya. Investasi bukan untung malah buntung. Bahkan, investasi itu tidak melulu soal nominal uang. Ia bisa juga berupa ilmu dan kesehatan.
Sama halnya dengan rumus hidup, rumus mengelola keuangan pun tidak ada yang baku. Hidup itu penuh kejutan. Manusia bertumbuh dan berkembang begitu juga kebutuhannya. Sehingga kadang kala kita pun membuat keputusan yang buruk, bahkan dalam keuangan sekalipun. Tapi kita belajar dan berupaya menjadi lebih baik. Jadi yuk, sama-sama melatih keempat kesadaran tadi bareng Career Class!
LinkedIn: Career Class
Instagram: @careerclass_id
Website: www.careerclass.id
Oleh Yasmin Amini, Career Class Angkatan 2023